aku makin iri ketika membaca tulisan orang-orang (baca:penulis) yang mempromosikan gerakan menulis di berbagai media. mereka dengan gampangnya mengatakan bahwa menulis itu mudah, bahkan semudah berbicara. menulis itu gak perlu memikirkan latar belakang pendidikannya, yang jelas harus busa menulis dan membaca, itu saja. kurasa, semua orang di dunia ini sudah lulus kriteria itu, bahkan anak TK pun juga (yang dah pinter tentunya).
mereka juga ngomong bila nulis itu melegakan, membahagiakan dan mendewasakan. melegakan bagaimana? kaupikir segampang itu? iya lah, lea karena sama artinya kita sedekah. kita bisa memberikan ilmu yang kita miliki kepada orang lain. tanpa harus tatap muka dan menyeleksi mereka layaknya guru di sekolah. kalo udah di sekolah, dan seorang guru sudah diamanahi 1 kelas tentunya akan tidak etis jika mengajar kelas lain dengan meninggalkan kelas sendiri tanpa ada ijin lisan atau tertulis. bisa seenaknya saja ngajarin orang. bukan. bukan itu! tetapi, lega karena kita sudah tahu karena berilmu dan kita dibelkali kemampuan untuk membagikan ilmu itu kepada orang lain. tentu saja kita jadi tidak ada beban karena kita berikan semua itu dengan niat ikhlas. cuma, bagaimana kita bisa mengelolanya supaya ilmu yang kita sampaikan itu bisa masuk dalam otak orang lain, bukan cuma masuk telinga kiri, keluar telinga kanan. kalau orang lain bisa karena kita, tentu itu sangat melegakan karena orang itu tidak akan merepotkan kita nanti kelak. ada pepatah cina yang mengatakan (kalau tidak salah: berarti bener dong!hehe) "jangan memberikan ikan itu kepada anakmu, tapi berikanlah cara bagaimana menangkap ikan itu!". intinya, kita janganlah selalu di bawah orang lain, ngawulo kepada orang lain selamanya, seperti kepada anak kecil yang dimanja, tapi ajari mereka untuk melakukan apa yang ia inginkan, supaya mereka dapat belajar prosesnya, merasakan pahit dan manisnya, asam dan garamnya. begitulah.
Jumat, 17 Januari 2014
global writing
Label:
global writing
Lokasi: Yogyakarta
South East Asia
Kamis, 16 Januari 2014
(bisa) dari swasta dulu
untuk belajar tidak harus yang menghadap buku, duduk sedeku, anteng sambil mendengarkan bu guru. tetapi bisa juga dengan duduk santai biasa, sambil leyeh-leyeh, bersandar, alih-alih mengamati sekitar, menenggelamkannya jauh di pikiran dan memaknainya. belajar itu adalah sesuatu aktivitas yang kita bisa mengambil apa yang ada di dalamnya, apa yang dapat kita lakukan untuk diri sendiri atau orang lain, pun apa yang buruk supaya kita tahu pantangan dan resiko akan sesuatu.
sekarang, sudah hampir 20 tahun mengenyam pendidikan formal. ngadep buku, lingguh sedeku gek mirengake bu guru, dan pengalaman-pengalaman di luar yang mengiringi proses itu hingga kini aku jadi seperti saat ini. sebagai seorang diri yang menghambakan pada komputer sekolah. ingin rasanya jadi seorang yang lebih dari dulu setiap harinya.
kadang kala kita tidak menyadari apakah kita tulus menjalankannya atau tidak. niat bener atau tidak. yang jelas, ketika tulisan ini terbit, aku belum sepenuhnya mengabdikan diri untuk sekolah ini. aklu masih sama seperti kemarin, merasa bosan dan ingin segera resign. hanya tak tau siapa orang disini yang akan kucurhati, mungkin hanya kamu aja yang bakalan tau semuanya (baca:pc).
sekarang, sudah hampir 20 tahun mengenyam pendidikan formal. ngadep buku, lingguh sedeku gek mirengake bu guru, dan pengalaman-pengalaman di luar yang mengiringi proses itu hingga kini aku jadi seperti saat ini. sebagai seorang diri yang menghambakan pada komputer sekolah. ingin rasanya jadi seorang yang lebih dari dulu setiap harinya.
kadang kala kita tidak menyadari apakah kita tulus menjalankannya atau tidak. niat bener atau tidak. yang jelas, ketika tulisan ini terbit, aku belum sepenuhnya mengabdikan diri untuk sekolah ini. aklu masih sama seperti kemarin, merasa bosan dan ingin segera resign. hanya tak tau siapa orang disini yang akan kucurhati, mungkin hanya kamu aja yang bakalan tau semuanya (baca:pc).
Langganan:
Postingan (Atom)